Mendengar kata judi tentunya banyak orang yang akan mengartikan kata tersebut secara konotatif. Dilihat dari sudut pandang agama yang jelas-jelas melarang hal tersebut dan sangsi sosial terhadap para pelakunya melegitimasi bahwa hal tersebut memang perbuatan yang menyimpang. Terlebih lagi dampak negative yang kemudian ditimbulkan semakin mempertegas bahwa judi merupakan hal yang sangat tercela. Dalam Islam pun jelas bahawa kegiatan ini merupakan perilaku yang terkategori haram. Jadi sudah jelas masyarakat harus menjauhi kegiatan ini apalagi ketika dia menyematkan pada dirinya bahwa dia seorang muslim. Sudah barang tentu seorang muslim sangat pantang untuk melakukan hal ini. Tetapi fakta kemudian berbicara lain. Di tengah-tengah masyarakat kegiatan ini seolah-olah menjadi sesuatu yang biasa-biasa saja. Bahkan sebagian masyarakat sudah menganggapnya sebagai hal yang lazim untuk dilakukan. Mereka menjadikannya sebagai sebuah kebiasaan yang lumrah untuk dilakukan sehingga makna konotatif dari hal tersebut semakin pudar. Hal ini terbukti dengan maraknya perjudian yang dilakukan oleh masyarakat baik itu yang terang-terangan maupun yang teselubung. Mulai dari perjudian skala kecil sampai yang besar. Para pelakunya pun beragam. Intelektual dan non intelektual nimbrung dalam kegiatan setan ini. Masyarakat pedesaan, perkotaan bahkan masyarakat marjinal juga banyak yang melakukannya. Semua fakta-fakta yang kita temui tersebut membenarkan bahwa problem ini sudah sangat akut dan harus segera dicari formula penyelesaiannya.
Namun, belum selesai persoalan tersebut ternyata banyak yang tidak menyadari bahwa sebentar lagi di negeri kita ini akan diselenggarakan sebuah “ arena perjudian terbesar “. Sebuah kegiatan perjudian yang dikemas dalam bentuk yang berbeda. Kegiatan yang dilaksanakan 5 tahun sekali ini bak sebuah pesta. Perhelatan yang katanya akan menentukan arah perjalanan bangsa kita ini kedepannya. Namun faktanya kita sudah melakukan perhelatan ini kesekian kalinya dengan harapan yang sama. Namun kesejahateraan yang diidam-idamkan semua masyarakat tak kunjung menghampiri. Berangkat dari hal tersebut berbagai spekulasi pun muncul. Ada yang mengatakan bahwa persoalan tersebut disebabkan oleh okmum-okunum yang tidak bertanggung jawab. Ada juga yang mengatakan bahwa systematika pemilihan umum demokrasi yang memang cacat dari awalnya. Oknum yang tidak bertanggung jawab juga memang memiliki andil yang cukup besar dalam problem ini. Namun disini saya lebih condong kepada faktor kedua yaitu kecacatan system pemilu dalam demokrasi. Bagaimana tidak, sejak penyelanggaran pemilihan umum secara langsung di negeri kita sudah banyak menuai kecaman. Mulai dari budget yang terlalu besar untuk menyelenggarakannya sampai kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh peserta pemilu membuat kecacatan tersebut semakin menjadi-jadi. Bisa kita lihat sendiri bagaimana biaya pemilu yang sudah-sudah mencapai angka yang sangat fantastis. Pada pemilu 2004 dianggarkan dana sebesar 4,4 tryliun dan meningkat 2 kali lipat pada pemilu 2009 sebesar 8,5 tryliun. Kabarnya pemilu kali ini akan naik 2 kali lipat dari pemilu sebelumnya yaitu sebesar 16 triliun. Empat kali lipat dari pemilu di tahun 2004. Ini baru data tentang pengalokasian pendanaan penyelenggaran pemilu.
Belum lagi kita bicara tentang modal yang dikeluarkan peserta pemilu untuk ikut di ajang ini. Kabarnya seorang calon anggota legislative yang ingin melenggang ke senayan harus merogoh kocek milyaran untuk dana kampanye. Di sinilah perjudian besar dilakukan oleh para caleg. Konsekuensi terburuk yang mereka harus terima adalah kalah dalam pemilu yang mengakibatkan semua pengorbanan yang dilakukan menjadi sia-sia. Tak jarang banyak diantara mereka yang menjadi stress sampai gila bahkan seorang caleg perempuan di pemilu yang lalu ada yang bunuh diri karena tak sanggup menerima kekalahan. Di pemilu kali ini, rumah sakit disetiap daerah melakukan persiapan utnuk mengantisipasi banyaknya caleg stress dan gila. Hal ini tentu berdasarkan fakta yang telah ditemui pada pemilu sebelumnya sehingga pihak rumah sakit sudah mengantisipasi sejak dini. Perjudian ternyata tidak hanya dilakukan para caleg. Rakyat pun ikut serta dalam perjudian besar ini. Dalam waktu yang singkat rakyat disuruh memilih wakil-wakil penyampai aspirasi utnuk menentukan nasib mereka kedepannya. Belum lagi ketika pilihan mereka tidak didasari pertimbangan yang matang. Terkadang mereka memilih calon tertentu karena di iming-imingi janji-janji atau diberikan sejumlah uang. Hal inilah yang dapat menjadi pintu masuk orang-orang yang tidak berkompeten untuk memimpin. Jadi sudah saatnya masyarakat sadar bahwa persoalan mendasar di negeri kita ini adalah system yang cacat dari awal. Masyarakat harus memposisikan dirinya sebagai pemilih cerdas. Bukan hanya cerdas memilih calon perwakilan mereka tetapi juga cerdas memilih dan memilah system mana yang baik untuk diterapkan. [Andi iwan]
Namun, belum selesai persoalan tersebut ternyata banyak yang tidak menyadari bahwa sebentar lagi di negeri kita ini akan diselenggarakan sebuah “ arena perjudian terbesar “. Sebuah kegiatan perjudian yang dikemas dalam bentuk yang berbeda. Kegiatan yang dilaksanakan 5 tahun sekali ini bak sebuah pesta. Perhelatan yang katanya akan menentukan arah perjalanan bangsa kita ini kedepannya. Namun faktanya kita sudah melakukan perhelatan ini kesekian kalinya dengan harapan yang sama. Namun kesejahateraan yang diidam-idamkan semua masyarakat tak kunjung menghampiri. Berangkat dari hal tersebut berbagai spekulasi pun muncul. Ada yang mengatakan bahwa persoalan tersebut disebabkan oleh okmum-okunum yang tidak bertanggung jawab. Ada juga yang mengatakan bahwa systematika pemilihan umum demokrasi yang memang cacat dari awalnya. Oknum yang tidak bertanggung jawab juga memang memiliki andil yang cukup besar dalam problem ini. Namun disini saya lebih condong kepada faktor kedua yaitu kecacatan system pemilu dalam demokrasi. Bagaimana tidak, sejak penyelanggaran pemilihan umum secara langsung di negeri kita sudah banyak menuai kecaman. Mulai dari budget yang terlalu besar untuk menyelenggarakannya sampai kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh peserta pemilu membuat kecacatan tersebut semakin menjadi-jadi. Bisa kita lihat sendiri bagaimana biaya pemilu yang sudah-sudah mencapai angka yang sangat fantastis. Pada pemilu 2004 dianggarkan dana sebesar 4,4 tryliun dan meningkat 2 kali lipat pada pemilu 2009 sebesar 8,5 tryliun. Kabarnya pemilu kali ini akan naik 2 kali lipat dari pemilu sebelumnya yaitu sebesar 16 triliun. Empat kali lipat dari pemilu di tahun 2004. Ini baru data tentang pengalokasian pendanaan penyelenggaran pemilu.
Belum lagi kita bicara tentang modal yang dikeluarkan peserta pemilu untuk ikut di ajang ini. Kabarnya seorang calon anggota legislative yang ingin melenggang ke senayan harus merogoh kocek milyaran untuk dana kampanye. Di sinilah perjudian besar dilakukan oleh para caleg. Konsekuensi terburuk yang mereka harus terima adalah kalah dalam pemilu yang mengakibatkan semua pengorbanan yang dilakukan menjadi sia-sia. Tak jarang banyak diantara mereka yang menjadi stress sampai gila bahkan seorang caleg perempuan di pemilu yang lalu ada yang bunuh diri karena tak sanggup menerima kekalahan. Di pemilu kali ini, rumah sakit disetiap daerah melakukan persiapan utnuk mengantisipasi banyaknya caleg stress dan gila. Hal ini tentu berdasarkan fakta yang telah ditemui pada pemilu sebelumnya sehingga pihak rumah sakit sudah mengantisipasi sejak dini. Perjudian ternyata tidak hanya dilakukan para caleg. Rakyat pun ikut serta dalam perjudian besar ini. Dalam waktu yang singkat rakyat disuruh memilih wakil-wakil penyampai aspirasi utnuk menentukan nasib mereka kedepannya. Belum lagi ketika pilihan mereka tidak didasari pertimbangan yang matang. Terkadang mereka memilih calon tertentu karena di iming-imingi janji-janji atau diberikan sejumlah uang. Hal inilah yang dapat menjadi pintu masuk orang-orang yang tidak berkompeten untuk memimpin. Jadi sudah saatnya masyarakat sadar bahwa persoalan mendasar di negeri kita ini adalah system yang cacat dari awal. Masyarakat harus memposisikan dirinya sebagai pemilih cerdas. Bukan hanya cerdas memilih calon perwakilan mereka tetapi juga cerdas memilih dan memilah system mana yang baik untuk diterapkan. [Andi iwan]
No comments: