Slider

Iwan's Tube

Analisis

Seputar Islam

Techno

My Story

Jappa - Jappa + Kuliner

Hasil Jepretan

» » Kerancuan Ekonomi Kapitalisme

System ekonomi kapitalisme yang diterapkan di negeri kita ini mengundang  berbagai macam polemic. Berbagai tanggapan muncul. Mulai dari tanggapan yang pro terhadapnya sampai tanggapan yang mengecam penerapan ekonomi kapitalisme ini. Biasanya dukungan terhadap system ini diberikan oleh para pemilik modal atau kaum kapitalis yang sangat diuntungkan, oleh karena prinsip dari ekonomi yang menekankan pada mekanisme pasar bebas dan peran negara dalam mengatur hak kepemilikan sangat kecil. Tentunya hal inilah yang membuat kaum kapitalis serasa di atas awan karena mampu memegang kendali pasar oleh karena memiliki modal yang besar.

Berbanding terbalik dengan orang yang tidak memiliki kekuatan ekonomi. Lambat laun mereka akan tersingkir dari persaingan di system ekonomi ini. Karena sudah pasti pemenang dari kompetisi ini adalah competitor yang memiliki kekuatan yang besar. Maka tidak heran banyak kalangan yang berpendapat bahwa system ini tidak ubahnya seperti hukum rimba. ‘yang kuat yang menang dan yang lemah akan terisisihkan’. Itulah fakta yang akan terungkap ketika kita melihat dari prinsip ekonomi kapitalisme ini. Belum lagi ketika kita memantau track record  dari system ekonomi ini.  System ekonomi kapitalis awalnya dimulai dari gerakan individualisme yang melahirkan gerakan sekularisme yang terjadi di eropa pada abad ke 18. Adam Smith sebagai orang yang paham betul akan keadaan waktu itu membuat sebuah gerakan yang mendorong masyarakat untuk terlepas dari bayang-bayang kaum gerejawan dan pihak kerajaan yang pada waktu sangat mendominasi alur perekonomian yang hanya menguntungkan mereka dan sebaliknya sangat merugikan rakyat jelata. Dari keadaan inilah lahir pemahaman sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Sejak saat itu rakyat tidak lagi dibawah bayang-bayang hegemoni gerejawan dan hak kepemilikan sudah bukan lagi menjadi hak penuh pihak kerajaan karena mekanisme persaingan ekonomi pada waktu itu sudah memasuki era pasar bebas sejak Adam Smith memprakarsai gerakan tersebut.  Sehingga rakyat pun bisa merasakan kesejahteraan yang selama ini hanya ada dalam benak mereka tanpa bisa merealisasikannya. Tetapi ternyata system ini tidak seperti yang diharapkan oleh para pencetusnya. Seiring dengan perkembangan zaman mulai terlihat cela disana-sini.

Alih-alih ingin memeratakan kesejhateraan kepada rakyat ternyata hanya segelintir orang saja yang dapat menikmati buah dari system kapitalisme ini. Tentunya hal ini tidak lain disebabkan oleh prinsip dasar system ini. Mekanisme pasar bebas yg menjadi andalan dari system ini ternyata menjadi boomerang . Tidak adanya control yang tepat yang dilakukan oleh para penguasa terkait hak kepemilikan mengakibatkan orang yang memiliki modal yang banyak akan senantiasa mendominasi pasar. Mereka mampu mengatur pasar dengan sesuka hati mereka karena mereka memiliki modal yang besar. Sumber daya alam mampu mereka kuasai tanpa adanya control yang ketat dari pemerintah sehingga menyebabkan ketidakmerataan pengalokasian sumber daya alam. Inilah yang menjadi kesalahan fatal dalam system ekonomi kapitalisme.

Teori adam smith yang menjadi dasar system ekonomi kapitalisme sebenarnya bertujuan  untuk menyejahterakan rakyat secara merata dengan konsep mekanisme pasar bebasnya. Tetapi pernyataan bahwa teori tidak selamanya sejalan dengan aplikasi nampaknya berlaku pada system ini. Dari sinilah paradoks kemudian muncul. Bagaimana mungkin konsep  yang begitu bagus ternyata tidak dapat memberikan manfaat bahkan cenderung menyebabkan kegagalan-kegagalan yang besar.  Kita dapat melihat fakta bahwa mekanisme pasar bebas sebagai prinsip dasar ekonomi kapitalisme tidak mampu memberikan kesejahteraan secara merata.  Hal ini dapat kita lihat dari penerapan system ekonomi kapitalisme di beberapa Negara termasuk di Negara kita ini yang ternyata tidak mampu memeratakan kesejahteraan kepada seluruh rakyatnya. Kita dapat melihat, sumber daya alam yang seharusnya di distribusikan kepada rakyat secara merata ternyata dikuasai hak kepemilikannya oleh segelintir orang. Bahkan pemerintah kemudian seakan-akan membukakan kran seluas-luasnya kepada para investor asing untuk bisa masuk dan menguasai sumber daya alam yang ada dinegeri ini. Terkait hal itu pemerintah melakukan amandemen terhadap UUD 1945 yang kemudian melahirkan UU Migas, UU Kelistrikan, UU Sumber Daya Air, dan UU Penanaman Modal sehingga dari regulasi tersebut para kapitalis mampu memonopoli sumber daya ekonomi yang ada.

Melihat fakta-fakta dari analisis di atas seharusnya kita sadar betul bahwa sudah saatnya kita beranjak dari system ekonomi kapitalisme yang gagal dalam penerapannya ini.  Seharusnya kita menerapkan system ekonomi yang memang betul-betuldari segi konsep teruji secara ilmiah dan mampu memuaskan akal. System ekonomi yang tidak berangkat dari pemikiran manusia. Sebab kita ketahui bahwa manusia ketika membuat aturan berangkat dari apa keinginan manusia waktu itu. Bukan berdasarkan kebutuhan manusia. Sementara kita memahami bahwa keinignan manusia dalam dimensi waktu yang berbeda tentulah tidak sama sehingga tidak heran banyak aturan-aturan yang dibuat oleh manusia di waktu lampau itu direvisi oleh manusia-manusia yang hidup di zaman sekarang dengan alasan sudah tidak sesuai lagi dengan perkemabngan zaman. Begitu juga di waktu yang akan datang. Aturan-aturan yang dibuat oleh manusia-manusia yang hidup di zaman ini tentunya akan direvisi kembali oleh manusia-manusia yang hidup di masa depan dengan alasan yang sama. Berangkat dari hal ini  sudah seharusnya kita memahami bahwa aturan-aturan hidup yang mengatur masyarakat termasuk system perekonomian itu tidak boleh berasal dari manusia. Seharusnya semua aturan-aturan yang ada di ambil dari sumber yang pasti yang teruji secara ilmiah dan mampu memuaskan akal. Sumber tersebut adalah Al Quran dan As Sunnah. Karena kita ketahui bahwa kedua sumber tersebut merangkum semua aturan disetiap lini kehidupan yang ada. (Andi Iwan)
«
Next
Newer Post
»
Previous
This is the last post.

No comments:

Leave a Reply